Terkini di PLD:
Loading...

PLD UIN Sunan Kalijaga Kenalkan Universal Design Learning: Alternatif Penyesuaian Pembelajaran Inklusi


PLD -
Keputusan sebuah perguruan tinggi untuk menerima mahasiswa difabel tidak bisa lepas dari tanggung jawab bersama, tak hanya bagi Pusat Layanan Difabel (PLD), tapi juga tenaga pendidik dan mahasiswa sendiri. Ketersediaan unit pelayanan disabilitas dalam setiap institusi pelayanan publik pun telah dimandatkan secara jelas dalam UU No. 8 tahun 2016. Kemudian dalam konteks pendidikan diturunkan dalam PP No. 13 tahun 2020 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik dengan disabilitas. Dalam lingkup pendidikan tinggi, hal itu menjadi landasan hukum untuk memberi akomodasi yang layak bagi difabel (reasonable accomodation). Misalnya yang telah disebutkan dalam pasal 12, yakni terkait afirmasi seleksi masuk, fleksibilitas proses pembelajaran, materi pembelajaran, perumusan kompetensi lulusan, hingga evaluasi pembelajaran.

PLD UIN Sunan Kalijaga mengenalkan Universal Design Learning sebagai upayanya untuk memfasilitasi pembelajaran inklusif bagi tenaga pendidik melalui workshop modifikasi kurikulum. Kegiatan ini digelar di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) pada Rabu, 20 Juli 2022. Acara ini disambut oleh Ketua LP2M, Dr. Murisun Afandi, MSW dan Dekan FISHUM, Dr.Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si. Sementara narasumber yang hadir adalah dua tim ahli PLD, Ro’fah, MSW, Ph.D dan Jamil Suprihatiningrum, Ph.D

Workshop yang dilaksanakan secara bertahap di setiap fakultas ini membahas mengenai rancangan pembelajaran inklusif, implementasi Universal Design Learning (UDL) dan Adaptasi Kurikulum dalam Penyusunan RPS, serta praktik pengembangan pembelajaran yang inklusif. Ketiga poin bahasan tersebut telah disusun oleh tim ahli PLD dalam buku Panduan Modifikasi Kurikulum Inklusi.

Rancangan pembelajaran UDL itu sendiri tidak sebatas untuk pembelajaran difabel. Lebih dari itu, setiap tenaga pendidik mesti berfikir soal keragaman yang dijumpai di dalam kelas, baik dari gender, ekonomi, budaya dan latar belakang lain. Akses yang setara tidak hanya spesifik untuk satu pihak, tapi bagi semua sivitas akademika, terutama mahasiswa. Pada prinsipnya, fasilitas yang ada harus bisa digunakan sesuai kebutuhan mahasiswa.

Ini untuk jadi jawaban kebutuhan belajar dan harus jadi prioritas. UDL adalah tanggung jawab kita untuk memastikan itu.” kata Ro’fah kepada para dosen yang hadir.

Pendekatan yang dipakai dalam buku panduan tersebut, selain Universal Design Learning adalah pendekatan yang lebih khusus, yakni adaptasi kurikulum. Prinsip keduanya tetap mempertimbangkan pilihan individual. Sehingga tanggungjawab tenaga pendidik ialah memastikan bahwa semua mahasiswa bisa mengakses dan mengikuti pembelajaran dengan baik dalam kelas.

Adaptasi kurikulum pun diterapkan ketika UDL belum mampu menjawab kebutuhan atau kondisi tertentu dari mahasiswa. Beberapa mahasiswa difabel membutuhkan adaptasi kurikulum berupa akomodasi dan modifikasi. Akomodasi merupakan penyesuaian pembelajaran yang tidak fundamental tanpa menurunkan standar pembelajaran. Menurut Ro’fah, 80 hingga 90 persen mahasiswa dengan disabilitas hanya butuh akomodasi. Dalam hal ini, yang diubah hanyalah cara, bukan konten atau substansi materinya. “Tantangannya, untuk memberikan proses pembelajaran yang sangat variatif tentu butuh waktu untuk mempersiapkan banyak opsi yang dilakukan,” imbuhnya.

Senada dengan itu, implementasi dari dua pendekatan di atas disampaikan oleh Jamil Suprihatiningrum. Ia memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan bersama dalam menyokong pendidikan inklusif. Terdapat sembilan alternatif yang dipresentasikan dalam workshop siang itu, dari mulai asesmen awal hingga pemilihan media atau teknologi asistif. Dalam asesmen awal, dosen mesti menentukan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa sebelum menentukan capaian pembelajaran.

Dosen pun perlu mengembangkan materi ajar melalui model atau metode pembelajaran yang selaras dengan capaian yang sudah disepakati. Dalam perspektif UDL, aspek yang diukur tak hanya prestasi, melainkan juga proses pembelajaran.

Rancang penilaian yang autentik dan selaras dengan tujuan, prinsipnya, dan penilaiannya tidak hanya dilakukan sesuai dengan jadwal dan fokus pada kognitif. Bisa dinilai dari minat dan motivasi, dan seterusnya,” papar perempuan lulusan Flinders University tersebut.

Diskusi mengalir. Narasumber dan dosen yang hadir saling tukar-tambal pendapat serta masukan terkait pengalaman dalam proses pembelajaran bersama mahasiswa difabel. Di UIN sendiri, total mahasiswa difabel sebanyak 21 mahasiswa dengan ragam kebutuhan dan keistimewaannya masing-masing. Di ujung diskusi, Astri Hanjarwati selaku kepala PLD, menguraikan data lulusan mahasiswa difabel. Mereka tersebar di berbagai bidang, mulai dari PNS hingga beragam profesi baik negeri maupun swasta. Data ini menjadi harapan bagi PLD untuk terus melayani pembelajaran mahasiswa difabel. (Wijayanti)

 

Kabar terkait ...

0 comments