Relasi Islam dan disabilitas di Indonesia tidak banyak
dibahas dalam berbagai lintas disiplin ilmu. Buku berjudul “Islam dan
Disabilitas” yang ditulis oleh Arif Maftuhin, dkk ini menjadi salah satu bahan
kajian perkembangan isu tersebut selama satu dekade terakhir. Buku ini
merupakan catatan selama tujuh tahun Arif mengabdi di Pusat Layanan Difabel
(PLD) UIN Sunan Kalijaga. Diulik lebih lanjut dalam diskusi bulanan Monthly
Coffeebility, “Bedah Buku Islam dan Disabilitas dari Teks ke Konteks” dilaksanakan
pada Rabu, 9 September 2020. Diskusi ini pun berlangsung secara daring melalui
aplikasi video pertemuan ZOOM.
“Kita nulis bareng, ada dua puluh dosen yang
menuliskan pengalaman mereka mengajar mahasiswa difabel di UIN Sunan Kalijaga.”
kata Arif sambil menunjukkan visual buku kepada peserta diskusi. Menurut Arif,
salah satu hal yang menginspirasi ditulisnya buku tersebut karena adanya buku-buku
kisah para relawan yang telah ditulis sebelumnya. Jika para relawan menulis
kisah seputar pendampingan mereka, buku “Islam dan Disabilitas” ditulis oleh
dosen dan aktivis yang bergerak dalam isu tersebut.
Ketika ditanya mengenai tantangan mengajar difabel dan
non difabel, Arif mengaku tantangan yang ada menurutnya sama, baik itu mengajar
mahasiswa difabel atau bukan. “Dari pengalaman saya mengajar, tidak selalu
mengajar mahasiswa difabel itu lebih berat.” katanya.
Kenyataannya para dosen pun mengalami hal yang sama
mengenai metode mengajar di kelas. Kendala justru terjadi pada persiapan materi
dosen sendiri. Misalnya ketika terdapat mahasiswa Tuli, sedangkan dosen
terlanjur menyiapkan materi yang belum aksesibel, sehingga ini akan memacu
dosen untuk menjadikan kelas lebih ramah difabel.
Arif pun menyebut buku tersebut
sebagai rekaman mengenai
bagaimana isu Islam dan disabilitas dicerna dan dikembangkan.
Berawal dari sebuah seminar
pada tahun 2011 oleh
PLD, Arif menjadi pembicara soal isu tersebut dari sudut
pandang Fikih. Selain Fikih, ada disiplin lain yaitu Al-Quran, Hadis, serta Sejarah Islam. Beberapa tulisan diterbitkan sebagai
bahan referensi. Selain Arif, penulis lain dari buku itu diantaranya adalah
Waryono Abdul Ghofur, Ahmad Muttaqin, Sri Handayana, Cut Rezha Nanda Keumala,
Mustarjudin, Anwari Nuril Huda, Achmad Siddicq.
Dari Teks ke Konteks
Judul “Dari Teks ke Konteks” disematkan karena terdapat
dua bagian yang dibahas. Bagian pertama membahas mengenai teks-teks Al-Quran
dan pandangannya mengenai disabilitas. Arif sendiri mengulik tentang argumen Fikih
yang menurutnya selalu bicara dengan apa yang disebut rukhsah (keringanan).
Misalnya dalam kasus difabel daksa, yang mana secara teks, ketika wudhu diwajibkan
membasuh tangan. Hal tersebut menjadi salah satu yang diteliti. Selain itu Arif
pun mengatakan Fikih yang dibicarakannya lebih bersifat advokasi yang terfokus
pada pemenuhan kebutuhan difabel.
Sedangkan bagian kedua menuju pada konteks dalam Islam
mengenai disabilitas. Dalam hal ini, buku tersebut juga merupakan hasil
penelitian. Seperti penelitian tentang aksebilitas masjid-masjid bagi difabel. “Kita
juga punya riset yang bicara tentang apakah aksesibilitas membantu difabel
untuk lebih mandiri.” paparnya. Sebab, aksesibilitas lagi-lagi menjadi kunci
keberpihakan kepada difabel.
Selain itu, terdapat pula penelitian tentang khutbah
bagi Tuli. Dalam buku diuraikan pula tentang bagaimana khutbah bahasa isyarat
dapat diambil manfaatnya oleh difabel. Kemudian penelitian terakhir adalah
manfaat BISINDO dalam mengajarkan salat.
Sebagai penutup, Arif berharap buku tersebut dapat
menjadi sumber referensi bagi siapapun yang berminat pada isu disabilitas dalam
kajian studi Islam. Arif pun bersyukur terdapat penerbit yang beriminat dan mau
mengangkat buku dengan topik yang mengusung isu marjinal semacam itu. “Meskipun
kita tak berpikir soal pasar, karena memang kami hanya memperhitungkan nilai
akademik.” katanya mengakhiri sesi diskusi.
Dina Tri Wijayanti