Coffeebility
Monthly Juni: Kebutuhan Mahasiswa Difabel dalam Pembelajaran Daring
Proses pembelajan di seluruh peguruan tinggi di
Indonesia selama pandemi Covid-19 ini beralih dalam jaringan (daring).
Pembelajaran jarak jauh yang berlangsung selama ini pun tak luput dari kendala.
Bagi mahasiswa difabel kendala dapat terbagi menjadi kendala umum maupun
khusus. Kendala umumnya dapat berupa koneksi jaringan, biaya internet maupun
fasilitas untuk mengakses informasi. Sedangkan kendala khusus berangkat dari
kebutuhan setiap penyandang difabel.
Untuk mencapai efektivitas pembelajaran daring bagi
mahasiswa difabel perlu menilik ulang pengertian dari difabel itu sendiri.
Sehingga dapat diketahui pandangan awal mengenai hambatan yang dialami serta
kebutuhan yang harus dipenuhi masing-masing mahasiswa difabel. Oleh karena itu, Coffeebility mengadakan webinar bertajuk Efektivitas Sistem Pembelajaran Online Bagi Mahasiswa Difabel. Diskusi bulanan tersebut diadakan kembali secara daring melalui aplikasi Zoom pada Jumat, 19 Juni 2020.
Difabel netra memiliki hambatan secara visual.
Sehingga pembelajaran yang selama ini berlangsung melalui media pertemuan
daring memerlukan aksesibilitas lebih. “Misalnya di Zoom kita gak bisa tahu tulisan yang disana,”
papar Arief Prasetya yang merupakan pembicara dalam diskusi kali ini.
Menurut mahasiswa program studi Sosiologi tersebut,
selama sistem pembelajaran online ini
banyak dari pihak dosen maupun mahasiswa yang belum memenuhi aksesibilitas bagi
mahasiswa difabel. Sehingga, katanya, digital yang inklusi pun sering
terabaikan. “Dari segi aksesibilitas ini sangat beda dengan offline, banyak yang tak sadar dengan
aksesibilitas.” ungkapnya.
Dosen pun memiliki respons beragam terhadap
mahasiswanya yang difabel. Beberapa dosen dapat secara interaktif memenuhi
kebutuhan mahasiswa. Namun ada pula beberapa yang belum menyadarinya. Arief
bercerita mengenai pengalamannya selama kuliah online. Pernah suatu ketika
dosennya tak menyadari bahwa terdapat mahasiswanya yang difabel. Sehingga
perkuliahan berjalan begitu saja tanpa memperhatikan bagaimana Arief menerima
pengajaran yang disampaikan. Kemudian setelah perkuliahan selesai, barulah ia
memperoleh pesan dari dosen tersebut.
Kesadaran dari dosen mengenai kebutuhan mahasiswa
difabel diperlukan. Materi pembelajaran hendaknya tersampaikan bagi setiap
mahasiswa, termasuk difabel. Dari pengalamannya, Arief berharap adanya
inisiatif serta kreativitas dari para dosen dalam menghadapi perkuliahan bagi
mahasiswa difabel. Sebab pembelajaran berbasis online ini berbeda dengan
pembelajaran tatap muka seperti biasanya. Ada dosen Arief yang memberi penjelasan
materi melalui pesan pribadi maupun catatan suara. Cara-cara semacam itu
menurut Arief juga perlu dilakukan bagi dosen-dosen lain.
Di samping peran dosen, efektivitas pembelajaran
daring juga perlu ditilik dari sisi personal mahasiswa difabel. Komunikasi
dengan dosen serta mahasiswa lain sangat berpengaruh. Maka diperlukan keaktifan
dari para mahasiswa difabel. Kedua pihak dapat memahami kebutuhan
masing-masing. Sehingga muncul bentuk komunikasi serta interaksi digital yang
inklusif.
Selanjutnya kendala dalam penugasan adalah pada
masalah pengeditan. “Misal ketika ada tugas PPT, paper atau resume, kita butuh relawan untuk
editing.” lanjut Arief. Karena setiap jurusan punya aturan sendiri. Suatu waktu
Arief pernah mendapat tugas untuk membuat paper lima belas halaman. Tugas itu
baginya memberatkan dengan waktu pengerjaan yang hanya seminggu. Akhirnya
setelah berinisiatif untuk meminta keringanan, ia mendapat pengurangan jumlah
halaman.
Di sinilah menurut Arief peran relawan secara langsung
dalam pembelajaran online juga
dibutuhkan. “Saya juga mengalami ada dosen meminta UAS online dan belum ada
relawan yang merespons. Kemudian saya mendapat pendamping dari luar,” kata
Arief mengisahkan.
Proses penerjemahan dalam bahasa Isyarat ketika webinar berlangsung |
“Temen-temen
netra kebanyakan kesusahannya gak bisa baca PPT, presentasi online juga susah,” terang Arief
mengenai kendala yang dialaminya. Presentasi online yang mengharuskannya mengambil gambar video membutuhkan
pendampingan untuk mengarahkan posisi kamera. Posisi ponsel saat mengambil
gambar sulit dioperasikan. Selain itu, dalam mengunggah tugas pun terdapat
kendala tersendiri pada aspek bahasa.
Aspek tersebut juga diungkapkan oleh Hastu Wijayasri.
Mahasiswa Teknik Informatika itu memaparkan strategi pelayanan bagi mahasiswa
difabel, khususnya Tuli. Kebutuhan mahasiwa Tuli dalam aspek bahasa
ialah teks berbahasa Indonesia serta bahasa isyarat. Mahasiswa pun perlu
mengenali kebutuhan tersebut.
Teknis yang dapat dilakukan bagi dosen ketika
menghadapi mahasiwa Tuli pun telah diatur oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Kata Hastu, efektivitas pembelajaran daring pada mahasiswa difabel Tuli bergantung pada ketersediaan teks atau transkrip dari materi.
Dari pengalamannya selama ini, ia sering kebingungan ketika materi disampaikan
dalam format video atau audio tanpa teks.
Pun dalam diskusi melalui aplikasi pertemuan video online, sangat diperlukan adanya control
dari pihak pengajar. Untuk memberikan akses informasi bagi mahasiswa Tuli,
diperlukan bahasa isyarat maupun alat bantu dengar. Teks yang disediakan pun
yang berbahasa Indonesia. Hal tersebut menurut Hastu apabila telah dipenuhi
akan menjadikan pembelajar berjalan efektif.
Untuk itu pemberian jadwal sebelum mahasiswa mengikuti
pertemuan video online harus
diberikan. Sebab penyampaian pembelajaran dalam bentuk audio atau video secara
spontan tidak dapat diakses. Dengan jadwal yang jelas mahasiswa dapat
berinisiatif untuk mengakses layanan transkrip dalam video sesuai dengan waktu
pertemuan. Materi pembelajaran yang direkam sebelumnya pun harus diberi teks
melalui layanan pemberi teks.
(Dina Tri Wijayanti)
0 comments