Berita,
Coffeebility,
Events
Monthly Coffeebility Edisi Februari :Lika-Liku Dunia Kerja dan Difabel
Suasana diskusi Monthly Cofeebility |
Diskusi bulanan "Monthly Coffeebility" edisi Februari (22/02/2017)
menghadirkan Ndaru Fatma dan Hanggraini dari tim kerjabilitas.com sebagai
pembicara. Bertempat di Pusat Layanan Difabel (PLD) acara dimulai pukul 09.30
hingga selesai. Mengusung tema "Lika-liku Dunia Kerja dan
Difabel" acara ini dihadiri lebih dari 60 peserta. Tak hanya mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga yang turut hadir. Mahasiswa tunarungu dari universitas lain,
staff Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga dan aktivis Sasana Integrasi dan Advokasi
Difabel (SIGAB) juga turut hadir.
Kepala PLD, Dr. Arif Maftuhin, MA dalam membuka diskusi menyampaikan
apresiasinya terhadap tim kerjabilitas. Informasi peluang kerja untuk penyandang
disabilitas lebih mudah diakses melalui gadjet dengan aplikasi ini. “Sebenarnya
sering kali ada acara mengenai isu terkait dunia kerja untuk penyandang
disabilitas. Namun terkadang tidak memikirkan aksesibilitas untuk difabel
sehingga hanya sebagian kecil difabel yang hadir. Melalui website
kerjabilitas.com, informasi dunia kerja semakin mudah diakses oleh difabel,”
jelas Arif.
Mengawali diskusi, Hanggraini memaparkan tentang ketimpangan difabel usia
kerja yang masih menganggur. Dari 24 juta difabel usia kerja hanya 7 juta yang
telah mendapatkan pekerjaan. Difabel yang belum bekerja bukan berarti tak
mempunyai skill dan kemampuan untuk bekerja. Namun karena informasi yang sangat
terbatas antara difabel dan penyedia kerja mengakibatkan tidak tersalurkannya
peluang kerja tersebut. Berangkat dari hal tersebut Kerjabilitas.com hadir
untuk menjembatani difabel dan penyedia kerja. “Tim kerjabilitas berusaha bernegosiasi
kepada penyedia kerja untuk memberi kesempatan lebih untuk difabel. Misalnya ketika
penyedia kerja hanya membuka staf call center untuk difabel daksa. Kami berusaha melobi untuk difabel netra. Karena menurut kami posisi staff call center yang terpenting adalah kecakapan dalam
berbicara,” jelasnya.
Dunia kerja difabel tak terlepas dari aksesibilitas di dalam tempat bekerja.
Untuk itu perusahaan akan menjelaskan keadaan lingkungan sekitar. Jika difabel menyetujui
barulah terjadi kesepakatan kerja. Pada tahun 2017 ini data total difabel yang
telah disalurkan tim kerjabilitas mencapai 70 difabel dengan berbagai jenis
disabilitasnya. Kota Jakarta merupakan kota yang paling banyak penyedia lowongan
kerja untuk difabel. Hal ini didukung dari kesadaran masyarakat yang intelektualnya
tinggi. Mereka memahami siapa itu penyandang disabilitas. Berbeda dengan kota
Medan yang sama sekali belum memahami isu difabel dan belum membuka peluang
kerja untuk difabel. "Banyak peluang di jakarta tapi hanya sedikit sekali yang mengambil peluang itu. Kalau di Medan ada tim kami disana yang juga berupaya membuka peluang kerja di perusahaan untuk penyandang disabilitas. Tapi mereka masih sangat tertutup dan belum memahami isu penyandang disabilitas" ungkap Ndaru, narasumber ke dua yang juga seorang difabel
daksa.
Diskusi berlanjut dengan tanya jawab. Irmalia, seorang difabel netra, mengaku
pernah mendaftar sebagai pencari kerja di website Kerjabilitas.com saat masa awal
kuliah. Irma berharap dapat bekerja partime. Namun, informasi yang ia dapatkan melalui
email dari kerjabilitas semuanya fulltime dan belum sesuai dengan kriterianya.
Selain itu, Irma bertanya tentang tindak lanjut jika sudah ada lowongan yang
pas untuknya. Menjawab hal tersebut Hanggraini menjelaskan bahwa saat ini memang
belum ada lowongan pekerjaan partime. Untuk tindak lanjut setelah merasa cocok
dengan lowongan pekerjaan di dalam website tersebut terdapat pilihan untuk
mengirim form atau langsung ke alamat perusahaan.
Selain Irma ada pula Chandra, seorang difabel Tuli. Ia bercerita tentang
pengalamannya yang pernah tersalurkan ke penyedia kerja melalui kerjabilitas
setelah lulus SMK. Ketika tahap interview, Chandra bingung untuk meneruskan
langkahnya bekerja atau kuliah terlebih dahulu. Setelah merenung, Chandra
memilih untuk kuliah dulu.
Diskusi berlanjut dengan berbagai pertanyaan mengenai proses difabel dalam menemukan
dunia kerjanya. Sofiana Millati, relawan PLD, mengungkit undang-undang no 8
tentang penyandang disabilitas. “Dalam undang-undang tersebut perusahaan wajib
memperkerjakan difabel. Nah, sudah adakah dorongan-dorongan untuk
memaksimalkan undang-undang tersebut?” ungkapnya.
Narasumber menjawab bahwa tim kerjabilitas tidak ingin merekrut difabel ke penyedia kerja hanya untuk memenuhi kuota. Perusahaan sudah paham akan hal tersebut. “Dulu
kita pernah mengundang bagian HRD 70 perusahaan untuk memaksimalkan undang-undangu
no 8 tersebut. Namun hanya satu perusahaan yang benar-benar mencoba memberi peluang
untuk difabel,” jelas Hanggraini.
Perwakilan dari perpustakaan UIN Sunan Kalijaga pun turut bertanya seputar
dunia difabel dan kinerja kerjabilitas. Diskusi berlangsung hangat hingga waktu
selesai. Dari diskusi tersebut isu difabel dalam dunia kerja tak lagi menjadi
bias. Bahwa setiap difabel memiliki peluang yang sama dengan orang pada
umumnya. (faroha)
0 comments