Inklusi,
PLD,
Tentang Inklusi
FGD Kelas Inklusif di FITK
Melanjutkan seri diskusi kelas inklusif semester genap 2019, hari ini (12/3/2019) giliran PLD untuk bertemu dengan para dosen di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Sunan Kalijaga. Acara diselenggarakan di ruang pertemuan lantai 1 Gedung FITK. Seperti pertemuan semisal sebelumnya, acara juga diikuti oleh para mahasiswa difabel dan relawan PLD dari FITK.
Dalam sambutan yang mewakili dekan FITK, Dr. Istiningsih yang saat ini menjabat sebagai wakil dekan bidang akademik menyatakan bahwa diskusi hari ini penting karena ada banyak pertanyaan yang mungkin memerlukan penjalasan dan klarifikasi dari PLD. "Misalnya, tanpa bermaksud diskriminasi, apakah difabel bisa kuliah di semua prodi? Kalau di prodi yang memerlukan praktikum kimia dengan kebutuhan untuk mencampur zat dengan berbagai warna, apakah tunanetra bisa kuliah di prodi tersebut?" Di luar pertanyaan-pertanyaan yang dapat didiskusikan bersama, FITK mengapresiasi upaya PLD untuk menyelenggarakan sosialisasi ini agar penyelenggaran pendidikan inklusif dapat terwujud di UIN Sunan Kalijaga dengan baik.
Dalam kesempatan ini, Kepala PLD Arif Maftuhin menyampaikan bahwa PLD mempunyai harapan yang sangat terhadap FITK dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. "Kami ingin posisi sebagai universitas inklusif menjadi penciri istimewa sekolah guru di UIN. Jangan sampai urusan pendidikan inklusif hanya menjadi urusan PLD. FITK dapat mengambil isu pendidikan inklusif sebagai wilayah keahliannya. Kalau ada orang yang ingin belajar tentang bagaimana pendidikan inklusif, ya tanya ke Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, tidak ke prodi SLB di universitas anu... Karena pendidikan inklusif berbeda dengan pendidikan khusus."
Sebagai universitas yang telah lebih dari sepuluh tahun berkomitmen pada pendidikan inklusif, sudah sewajarnya jika hal-hal yang terkait pendidikan inklusif menjadi ciri FITK. "Kalau orang bertanya, apa bedanya kuliah guru di FITK UIN Sunan Kalijaga dengan FITK di UIN lain, atau fakultas keguruan di universitas lain, ya semestinya kita bisa dengan percaya diri mengatakan, 'guru yang kami didik di UIN adalah guru yang memahami filosofi dan praktik pendidikan inklusif, mengakampanyekan pendidikan inklusif, dan dosen-dosennya banyak meneliti tentang pendidikan inklusif," lanjut Arif.
Acara diskusi sendiri berlangsung hangat dan memberikan banyak masukan terkait pengalaman para dosen dalam mengajar kelas-kelas yang terdapat difabelnya. "Kebetulan, mahasiswa difabel yang saya ajar ini malah lebih pintar dari rata-rata teman sekelasnya," kata salah satu dosen. "Tetapi mengajar kelas yang ada difabelnya itu perlu energi ekstra," Kata dosen yang lain.
Salah satu poin penting yang juga menguat muncul di diskusi adalah perlunya aturan atau pedoman resmi yang mengatur praktik pendidikan inklusif agar bisa diikuti oleh semua dosen dengan baik.
0 comments