Terkini di PLD:
Loading...

HARI DIFABEL INTERNASIONAL 2024: ADAKAN SEMINAR KEPEMIMPINAN 


Memperingati Hari Difabel Internasional, PLD adakan seminar kepemimpinan bagi teman-teman difabel di Teatrikal Gedung Kuliah Terpadu pada Selasa (03/12). Dalam seminar ini menghadirkan dua narasumber yaitu Ramaditya Adikara seorang penulis dan akademisi, serta Suharto, salah satu dosen di UIN Sunan Kalijaga.

Acara yang dipandu oleh Rof’ah dari tim ahli PLD dihadiri sampai 100 peserta memenuhi ruang teatrikal sejak pagi hingga siang hari. Pada seminar ini kedua narasumber memberikan banyak motivasi, dukungan dan modal kepada teman-teman difabel di UIN yang bercita-cita menjadi seorang pemimpin.

Suharto menuturkan, kesempatan akan selalu terbuka bagi semua orang. Tak terkecuali teman-teman difabel. Menjadi pemimpin bukan hal yang mudah, tapi bisa dilakukan dan diusahakan. Dengan modal karakter dan kompetensi menjadi pemimpin bukan hal yang tidak mungkin.

“Kalau punya kelemahan yang dicari itu kekuatannya. Jangan sampai keliatan melempem atau tidak berdaya. Karena setiap orang adalah pemimpin, paling tidak bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya,” ujarnya.

Suharto menjelaskan kepemimpinan difabel dapat menjadi sebuah kepemimpinan yang inklusif. Artinya adalah kepemimpinan yang dapat menghargai keragaman dan memastikan semua orang diberi kesempatan yang sama. Hal ini dikarenakan selama bertahun-tahun jarang sekali orang difabel yang menjadi pemimpin. Itulah yang juga menjadi alasan bahwa belum adanya perbaikan dari segi kebijakan, infrastruktur atau bahkan nilai masyarakat yang inklusif.

“Tantangannya bagi difabel kalau mau jadi pemimpin itu ada diskriminasi, ada hambatan fisik yang berasal dari stigma masyarakat. Walaupun banyak regulasi soal difabel, tapi belum ada perbaikan yang signifikan karena pemimpin difabel itu sedikit,” jelasnya.

Maka, Suharto mendorong bagi mahasiswa difabel untuk memperkuat karakter dan menambah kompetensi yang dimiliki. Memperkuat karakter seperti selalu bersikap jujur, berani, dan rendah hati. Karena dengan karakter yang kuat dan baik pasti akan disukai banyak orang.

Meningkatkan kompetensi, lanjut Suharto, dengan konsisten mengikuti pelatihan di bidang yang disuka atau dikuasai. Seperti bidang tarik suara dan PLD memfasilitasi itu dengan adanya Gita Divana. Atau kompetensi seperti menulis atau berhitung. Teman-teman juga bisa mengikuti lomba untuk menaikkan kompetensi. Gunanya agar difabel diperhitungkan oleh masyarakat dan nilainya bertambah tinggi.

“Teman-teman difabel itu layak untuk jadi pemimpin. Maka pemimpin  membutuhkan kredibilitas, konsistensi, keselarasan dan reputasi. Karakter yang kuat akan membangun kredibilitas dan keselarasan. Sedangkan kompetensi bisa dibangun dari konsistensi dan reputasi,” paparnya.

Ramaditya memberikan contoh berbagai karakter kepemimpinan yang berbeda-beda, yaitu pada diri Khulafaur Rasyidin. Keempat pemimpin itu memiliki karakter yang berbeda, tapi kuat. Seperti Abu Bakar yang berwatak sanguinis yaitu pemimpin yang cinta damai dan pengamat yang baik. Kemudian ada Umar bin Khattab dengan watak koleris yaitu pemimpin yang teguh pendirian dan selalu optimis. Di nomor tiga ada Utsman bin Affan pemimpin dengan watak melankolis yaitu pemikir yang hebat dan selalu bekerja dengan rapi dan sempurna. Terakhir ada Ali bin Abi Thalib yang berwatak sanguinis yaitu banyak dikenal orang dan pandai berbicara di depan khalayak ramai.

“Maka, teman-teman ini perlu tau wataknya masing-masing dan bisa mandiri. Karena orang difabel cenderung ditolong tapi jangan sampai kita ketergantungan,” pungkasnya.

Rama juga menambahkan, menjadi pemimpin butuh pemikiran yang visioner. Artinya memikirkan untuk orang banyak, bukan hanya untuk diri sendiri. misalnya, memajukan nama tunanetra dengan ikut lomba atau berprestasi akademik.


Kabar terkait ...

0 comments