event,
FORSI,
PLD UIN Sunan Kalijaga,
rilis
Parade Peringatan Hari Difabel Internasional "Society for All"
9:48 AM Unknown 0 CommentsDokumentasi Pribadi |
Pesan tersebut terpampang di backdrop Panggung Demokrasi UIN Sunan Kalijaga sebagai bentuk resistensi atas anggapan sebagian masyarakat selama ini yang menganggap difabel sebagai kelompok rentan dan tak berkemampuan seperti manusia pada umumnya. Kamis (3/15) PLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bersama Forum Sahabat Inklusi (ForSi) mengadakan peringatan Hari Difabel Internasional dengan mengangkat tema “Society For All,” kelanjutan dari rangkaian acara sebelumnya "Seminar dan Launching Buku Fikih (Ramah) Difabel" (2/12) di Hotel Grand Quality Yogyakarta.
“Acara ini bertujuan untuk mensosialisasikan kesadaran di kalangan akademisi UIN dan masyarakat sekitar. Sehingga kedepan teman-teman difabel lebih enjoy dalam menjalani hidup dan melakukan studi di UIN,” jelas Muhammad Wildan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dalam sambutannya.
Kegiatan diperuntukkan umum dan dihadiri oleh berbagai pihak seperti mahasiswa, masyarakat umum dan berbagai organisasi dan aktivis difabel, dikemas dengan berbagai rangkaian acara seperti menyanyikan lagu Indonesia raya versi bahasa isyarat, penampilan Forsi Band dan Deaf Pantomim yang puncaknya berupa parade aksi damai (long march) sepanjang Jalan Timoho depan UIN Sunan Kalijaga hingga Jalan Laksda Adisucipto disertai pembagian seribu bunga kepada pengendara motor dan masyarakat sekitar.
Parade inklusi ini mendapat perhatian dari sebagian besar pengendara jalan. Mereka memperhatikan dan mulai membaca pesan-pesan di poster yang dibawa oleh para peserta, begitu juga dengan para mahasiswa ketika parade dilanjutkan memasuki area kampus barat. Suara riuh tepuk tangan terdengar ketika pejalan melintasi jalan samping Fakultas Sains dan Teknologi. Pemimpin parade melakukan orasi sementara pejalan lainnya membagikan bunga. Sejalan dengan tema yang diangkat, aksi kecil ini diharapkan dapat menjadi pintu pembuka kesadaran masyarakat kampus maupun masyarakat luas akan keberadaan difabel. Mereka juga ingin disejajarkan dengan yang lainnya, diikutksertakan dalam berbagai sektor publik, pendidikan, pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan, seperti yang tertulis dalam salah satu poster bahwa para difabel tidak menginginkan belas kasihan, mereka hanya berharap masyarakat menerima dengan memberikan kesetaraan kehidupan dan tak ada pembedaan-pembedaan lagi.
“Tidak ada istilah difabel dan normal. Lahirnya para difabel apakah itu berarti mengisyaratkan bahwa Pencipta kita tidak sempurna karena telah menciptakan produk gagal. Padahal sejatinya manusia diciptakan sama, manusia lainnya lah yang membedaka-bedakan,” ucap Kepala PLD Muhrisun Afandi.
Hari difabel internasional diperingati setiap tanggal 3 Desember. Pertama kali disponsori oleh Perserikatan bangsa-Bangsa sejak tahun 1992. Peringatan bertujuan untuk mengembangkan wawasan masyarakat akan persoalan-persoalan yang terjadi berkaitan dengan kehidupan para difabel dan memberikan dukungan untuk meningkatkan martabat, hak dan kesejahteraan mereka (Iis).