Terkini di PLD:
Loading...

Menjadi Relawan di PLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Suasana sehari-hari di PLD: Relawan dan difabel belajar bersama di Accessible Learning Center
  
Oleh Neni Rosita


Menjadi relawan  adalah pekerjaan yang sangat mulia. Dengan menjadi relawan kita bisa meluangkan waktu untuk membantu, memahami, dan mengerti orang lain. Relawan di sini mengharapkan point bukan  coin,  artinya nilai-nilai kerelawanan lebih penting daripada materi.

Di PLD relawan adalah jantung kegiatannya. Para difabel membutuhkan dukungan dan fasilitas untuk menunjang berbagai kegiatan dalam hal perkuliahan maupun diluar itu. Para mahasiswa tunarungu dan tunawicara membutuhkan pendampingan saat perkuliahan; sementara para tunanetra  dibantu dengan membacakan buku.

Menurut  salah seorang staff di PLD, seorang relawan harus berkemauan yang tinggi dan berjiwa sosial dengan tujuan yang mulialah semua akan berjalan dengan baik dan sesuai harapan.

Pihak pusat layanan difabel (PLD) merekrut relawan dengan sangat terbuka sekali untuk umum mahasiswa Uin Sunan Kalijaga. Hanya dari pihak PLD tidak dapat mengikat relawan untuk selalu aktif dengan selalu datang ke kantor. Namun relawan disini bersifat relawan terlibat. Relawan mendampingi penyandang difabel saat perkuliahan, mencatatkan materi dan membacakan buku terkait mata kuliah yang diberikan Dosen. Relawan yang ada di PLD sebanyak 40 orang. Kategori relawan disini yaitu relawan inklusif terbuka untuk mahasiswa Uin Sunan Kalijaga. Penyandang difabel yang memerlukan pendamping khusus untuk tunarungu dan tunanetra.

Bagi Laili, mahasiswi Fakultas Ushuluddin yang sudah satu semester bergabung dengan PLD, mendampingi penyandang difabel punya nilai lebih yaitu kita dapat merasakan dunia mereka dengan berinteraksi secara langsung.

Biasanya para relawan akan ditraining terlebih dahulu sebelum mendampingi penyandang difabel khususnya saat perkuliahan. Hal ini terkait dengan teori sosial yang menandakan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, namun membutuhkan orang lain. Setiap orang akan tentram dan damai jika hidup berdampingan, tanpa harus membeda – bedakan satu sama lain.

Sedangkan menurut Puji, juga mahasiswa Fakultas Ushuluddin, ia bergabung menjadi relawan karena kesadaran diri sendiri, tergerak ketika membaca majalah Arena yang membahas tentang kampus inklusif.

Setelah mendaftar jadi relawan, saya bisa berkenalan dengan para mahasiswa difabel dan bisa belajar bahasa isyarat yang diajarkan oleh Beni (mahasiswa tunawicara). Relawan disini begitu dekat dengan para penyandang difabel, dari bercanda samapai dengan belajar bersama.

Menurut Laili, para difabel membutuhkan perhatian khusus dari pendamping dan selalu berusaha sedikit bersabar karena dalam berinteraksi dengan penyandang tunawicara misalnya, meraka lebih sulit untuk memahami perkataan kita, begitu juga dengan teman tunarungu. Relawan terlibat diharapkan sekali di PLD untuk mendampingi para teman penyandang difabel untuk melakukan aktivitas saat perkuliahan.

Relawan bisa datang ke ruang pusat layanan difabel saat  waktu luang dan dapat sharing dengan para staff yang ada di kantor atau  sekedar bersilaturahim sehingga para penyandang difabel jadi semakin dekat dan mengenali relawan dengan baik.***

Kabar terkait ...

0 comments